Pelacur yang suci.
OLEH : HADI IBNU
SABILILLAH
Waktu itu masih
seperti waktu waktu sebelumnya bagi mereka, aktifitas yang sangat tak
waras. Dalam satu adegan ada seorang manusia sebatang kara, menikmati waktu
waktu yang tak sama dengan manusia manusia disekitarnya dengan kebiasaan
kebiasan yang tak seperti manusia biasanya dilakukan. "yaa namanya juga
sebatang kara, hidup tak mengandalkan siapa-siapa, hidup tak peduli akan
gimana, hidup yang tak tau akan jadi apa". Wanita itu sebut saja dia
"Mei" (samaran sadja). Mei menikmati hidupnya dengan ikhlas tanpa
berontak, menikmati pekerjaannya dengan desah desah kenikmatan, tapi... Ini
bukan salah Mei yang menjadikan dia seperti itu. Sigadis cantik dan lugu
itu diam diam selalu menangis dipertengahan malam, disela sela waktu yang sunyi
dan kala sepi sepi menghampirinya, penyesalan selalu menikam malam malamnya.
Mei menangisi ulahnya "Andai aku seperti mereka gadis gadis pada umumnya,
bercengkrama ria dengan sanak keluarga, bertukar cerita dengan teman teman
lama, tidur nyenyak di pertengahan malam, serta menempu pendidikan sekolah
setinggi tingginya, berjalan mengelilingi banyak kota, menggunakam tas ala
slendang yang cantik, memeluk buku buku yang penuh ilmu, “Ahhh.... Andai saja
hidupku seperti mereka, aku tidak akan seperti ini" jeritanya kepada
malam. Ini bukan salahku yang diamuk selalu oleh ingin ku, Sigadis itu
kembali menangis sesaat pulang dari pesta pesta malam bersama para lelaki hidung
belang, "Ini salah siapa"? Aku harus bertanya kepada siapa tak
mungkin aku bertanya kepada pribumi kota tua ini, sedangkan mereka acuh ketika
mendengar namaku yang gemar menjadi sebutan pelacur malam. Mei kembali
menangis, Mei juga sempat berpikir untuk mengakhiri hidupnya, "Mungkin
dengan aku mati, bisa menghapus jejak jejak kotorku" sedihnya Mei malam
itu. Mei kembali menangis, “Andai aku lahir dari rahim rahim seorang ibu yang
berpendidik, yang bisa mendidikku mungkin aku tidak akan menjadi wanita
gelandangan dan pelacur malam ini, aku adalah hasil dari orang orang yang
berotak binatang. Tengah malam itu mei berjalan mencari makan dengan
mengantongi uang 15 ribu hasil dari sisa sisa pekerjaannya itu, dia sudah
mengakhiri profesinya sebagai pelacur 2 minggu yang lalu, dan uang tersisa itu
kini hanya mencukupi makannya untuk terakhir kali.
Tak lama dia berjalan
ditengah malam mencari makanan yang murah di pertengahan kota itu. Mei
menemukan gadis kecil berumur 12 tahun yang kelaparan, meminta makan dengan
jeritan tangis "kak tolong saya kak, saya dibuang sama ibu saya selama 2
hari belum makan, tolong saya kak, perut saya sakit badan saya lemas".
Sontak mei langsung mendekap sigadis kecil itu, dan membawanya pergi makan ke
warung makan dengan makanan harga yang pas dengan uang sakunya itu. Mei
membiarkannya makan, dan sigadis itu berkata "Kak kenapa tidak makan
bersamaku". Mei menjawab sambli menahan air matanya, “Habiskan saja dek,
kaka sudah makan” jawabnya sambil memegang perut yang kesakitan. Setelah makan
mei segera bergegas membawa adek kecil kearah gubug tempat dimana mei bertinggal.”Untuk
sementara waktu ade tinggal sama kaka dulu yah, jangan tinggal diluar sana,
diluar sana banyak orang-orang jahat” ucapnya mei kepada perempuan kecil yang
bernama sinta itu, tiba tiba mei batuk-
batuk hingga mengeluarkan darah, tubuhnya mulai melemas, mei memilih untuk
meminum segelas air untuk memperkuat tubuhnya yang belum terisi makanan selama
3 hari ini, setelah itu mei tertidur dan berniat mengantarkan gadis kecil yang
cantik ini kesalah satu panti asuhan yayasan al bulaqi yang ada di perbatasan
kota.
Pagi hari, selasa 10
april 2017. Mei bangun memaksakan dirinya
untuk mengantarkan sinta ke panti asuhan anak, padahal mei sedang sakit keras,
badannya pun sangat pucat dan memutih
piyas seperti kekurangan darah, namun didalam hati mei, dia berkata “Aku tidak
mau kelak sinta senasib seperti aku, pelayan lelaki hidung belang, penikmat
pesta pesta malam, dampak dari ulah kedua orang tua ku yang tidak bertanggung
jawab, bagaimanapun caranya jangan sampai ada aku yang ke 2 yang sama nasib nya
seperti aku, cukup aku yang menjadi korban seperti ini”. Mei mengantarkan sinta
dan setelah tiba panti asuhan mei menitipkannya kepada pihak asuhan anak yatim
piatu yayasan al bulaqi. Mei memeluk gadis kecil yang cantik itu, dengan erat
mei memeluk dan berkata, “Jadi anak yang pintar ya de, ikuti apa kata orang tua
barumu” dan sinta dengan polos dia berkata “iyah kak, kalau ketemu dengan mamah
dan papah aku ajak kesini ya ka, suruh jemput aku, aku rindu” sontak keduanya
menangis. Dan mei bergegas pergi meninggalkannya, dengan tubuh yang sakit
keras. Mei harus mencari uang untuk membeli makanan untuk mempertahankan hidupnya,
“Tidak mungkin aku kembali kedunia malam itu, mejadi pelacur dan menghibur laki
laki yang haus akan kenikmatan dunia, hanya untuk mempertahankan hidup”.
Dengan berjalan seloyongan,
mei. “Tolong.... Aku lemas, aku pusing tolong aku” teriaknya. Namun orang-orang
tetap acuh, bahkan banyak orang yang mengejeknya, “Dasar pelacur murahan, siang
hari masih saja mencari pelayan”. Setelah tiba didepan masjid, Mei melangkah mengarahakan
kakinya kedalam masjid hingga baru beberap langkah membuka pintu, mei langsung
jatuh terbaring hingga para warga yang disekitar masjid itu kaget dan
menolongnya, tidak lama kemudian setelah warga memeriksa keadaan tubuhnya, mei terbaring
tanpa nafas dan mememjamkan mata dengan keadaan mulut tersenyum.
Sadjak untuk gadis
bunga bunga mekar,
matahari tidak menuntutnya untuk tetap tegar
angin angin menghilir
datang kian mengukir sebuah karir
hitam,hijau,merah,putih
adalah warna warna yang elok gembira
gadis itu, aku tidak
menuntutnya untuk tetap cantik.
Harum semerbak kelopak
bunga
Indah secantik paras
bunga
Anggun seperti pesona
bunga
Aku hanya ingin gadis
itu, diam.
Diam khusyuk,
terpangkuh, hidup bersama doa doa harap ku.~
(Cerita ini hanya fiktif belaka mohon
maaf jika ada kesamaan nama dan peran, cerpen ini bertujuan untuk memotifasi
pembaca)
Sedih bacanya 😢😢
BalasHapus